Rabu, 07 April 2010

SISTEM PENGKODEAN DATA

SISTEM PENGKODEAN DATA

Dalam menyalurkan data baik antar komputer yang sama pembuatannya maupun dengan komputer yang lain pembuatannya, data tersebut harus dimengerti oleh pihak pengirim maupun penerima. Untuk mencapai hal itu, data harus diubah bentuk khusus yaitu sandi untuk komunikasi data. Suatu karakter didefinisikan sebagai huruf, angka, tanda aritmetik, dan tanda khusus lainnya.

1. Konsep Dasar Sistem pengkodean

Kesalahan (error) merupakan masalah pada system komunikasi, sebab dapat mengurangi kinerja dari system. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu system yang dapat mengoreksi error. Oleh karena itu pada system komunikasi diperlukan system pengkodean.

Bit dari sumber data, masuk ke encoder untuk dikodekan. Kemudian bit yang telah dikodekan dikirimkan melalui kanal untuk didekodekan. Setelah didekodekan oleh decoder, data tersebut dikirimkan ke user.
Karakter-karakter data yang akan dikirim dari satu titik ke titik lain, tidak dapat dikirim secara langsung. Sebelum dikirim, karakter-karakter data tersebut harus dikodekan terlebih dahulu dengan kode-kode yang dikenal oleh setiap terminal. Tujuan dari pengkodean adalah menjadikan tiap karakter dalam sebuah informasi digital yaitu ke dalam bentuk biner untuk dapat ditranmisikan. Kode-kode yang sering digunakan pada beberapa system komunikasi data dan dikenal oleh berbagai terminal diantaranya adalah Kode Tujuh Bit (ASCII) dan Kode EBCDIC.

2. Pengelompokkan Karakter
Pada komunikasi data informasi yang dipertukarkan terdiri dari 2 grup (baik ASCII maupun EBCDIC), yaitu: karakter data dan karakter kendali (digunakan untuk mengendalikan tranmisi data, bentuk(format data), hubungan naluri data dan fungsi fisik terminal). Karakter kendali dibedakan atas:


a. Kendali Transmisi (Kendali Pengiriman)
Kendali pengiriman digunakan untuk mengemas pesan ke dalam format yang dikenal dan untuk mengontrol aliran data dalam jaringan. Beberapa karakter yang digunakan untuk kendali pengiriman antara lain:
· SOH (Start of Heading): menunjukkan bagian awal heading yang berisikan alamat atau arah informasi.
· STX (Start of Text): Menunjukkan bagian awal text dan pada akhir heading
· ETX (End of Text): Menunjukkan bagian akhir teks yang dimulai dengan karakter STX
· EOT (End of Transmision): menunjukkan selesainya transmisi dan kemungkinan mencakup atau teks lebih berikut dengan headingnya
· ENQ (Enquiry): menunjukkan permintaan tanggapan dari station yang berjauhan
· ACK (Acknowledge): untuk memberikan tanggapan positif ke pengirim dari penerima
· NAK (Negative Acknowledge): merupakan tanggapan negatif dari penerima ke pengirim
· SYN ( Synchronous): digunakan untuk transmisi sinkron dalam menjaga atau memperoleh sinkronisasi antar peralatan terminal
· ETB (End of Transmission Block): menunjukkan bagian akhir block data untuk keperluan komunikasi
· DLE (Data Link Escape): mengubah arti karakter berikutnya, digunakan untuk lebih mengendalikan transmisi data
b. Kendali Format
Kendali format merupakan karakter-karakter yang digunakan untuk mengendalikan format pengaturan posisi print head atau kursor sesuai dengan keinginan. Ada 6 karakter yang digunakan untuk melakukan kendali format, yaitu:
· BS(Back Space): menunjukkan gerakan mekanisme penulisan atau menampilkan kursorsatu posisi ke belakang.
· HT(Horizontal Tabulation): menunjukkan kursor maju ke posisi yang telah ditentukan.
· LF(Line Feed): menunjukkan gerakan mekanisme penulisan kursor menuju posisi karakter yang sesuai pada baris berikutnya.
· VT(Vertical Tabulation): menunjukkan gerakan mekanisme penulisan atau menampilkan kursor menuju rangkaian baris berikutnya.
· FF(Form Feed): menunjukkan gerakan mekanisme penulisan atau menampilkan kursor menuju posisi awal halaman, form atau layer berikutnya.
· CR(Carriage Return): print head atau kursor menuju ke awal baris.
c. Kendali Piranti (Device Control)
Kendali piranti digunakan untuk mengendalikan peralatan tambahan dari terminal. Contoh implementasinya adalah seperti menghidupkan atau mematikan tombol penggerak. Kakter-karakter yang dipakai untuk mengendalikan piranti-piranti tersebut antara lain: DC1, DC2, DC3 dan DC4. DC1 dan DC3 biasanya dipakai untuk mengendalikan aliran data dari terminal tak sinkron. DC2 untuk menghidupkan aliran dan DC3 untuk mematikan aliran data.
d. Pemisah Informasi(Information Separators)
Pemisah informasi(Information Separators) digunakan untuk memisahkan informasi atau mengelompokkan data secara logis yang dikirim sehingga memudahkan perekaman dan penyimpanan data. Ada 4 karakter yang dikategorikan sebagai pemisah informasi, yaitu:
· US(Unit Separators), tiap unit informasi dipisahkan oleh US
· RS(Record Separators), tiap record terdiri atas beberapa unit dan dipisahkan oleh RS
· GS(Group Separators), beberapa record membentuk suatu grup dan dipisahkan oleh GS
· FS(File Separators), beberapa grup membentuk sebuah file yang dipisahkan oleh FS



3. Macam-macam Pengkodean Data
a. Kode Baudot (CCITT Alfabet No. 2 / Telex Code)
Kode ini digunakan sebagai satuan kecepatan pengiriman data. Kode Baudot ini ada sejak 1838 ditemukan oleh Frenchman Emile Baudot sebagai bapak komunikasi data. Terdiri dari 5 bit perkarakter (sehingga dapat dibuat 32 karakter) dan untuk membedakan huruf dengan gambar dipakai kode khusus, yakni 11111 untuk LETTERS dan 11011 untuk FIGURES. Tiap karakter terdiri dari: 1 bit awal, 5 bit data dan 1,42 bit akhir.
b. Kode ASCII (American Standard Code for Information Interchange)
Didefinisikan sebagai kode 7 bit (sehingga dapat dibuat 128 karakter). Masing-masing yaitu 0-32 untuk karakter control (unprintable) dan 32-127 untuk karakter yang tercetak (printable). Dalam tranmisi asynkron tiga karakter terdiri dari 10 atau 11 bit: 1 bit awal, 7 bit data, 1 atau 2 bit akhir dan 1 bit paritas.
c. Kode 4 atau Kode 8
Kombinasi yang diijinkan adalah 4 bit “1” dan 4 bit “0” sehingga dapat dibuat kombinasi 70 karakter. Tranmisi asynkron memnutuhkan bit, yaitu: 1 bit awal, 6 bit data, dan 1 bit akhir.
d. Kode BCD (Binary Coded Decimal)
Terdiri dari 6 bit perkarakter dengan kombinasi 64 karakter. Untuk tranmisi asynkron terdiri dari 9 bit: 1 bit awal, 6 bit data, 1 bit paritas, dan 1 bit akhir.
e. Kode EBCDID (Extended Binary Coded Decimal Interchange Code)
Menggunakan 8 bit perkarakter dengan 256 kombinasi karakter. Tranmisi asynkron membutuhkan bit, yaitu: 1 bit awal, 8 bit data, 1 bit paritas dan 1 bit akhir.

4. Penggunaan Sistem Pengkodean
Sejak ditemukan radio maka penggunaannya semakin lama semakin banyak dan berbagai macam. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu padatnya jalur komunikasi yang menggunakan radio. Bisa dibayangkan jika pada suatu kota terdapat puluhan stasiun pemancar radio FM dengan bandwidth radio FM yang disediakan antara 88 MHz. Tentunya ketika knob tunning diputar sedikit maka sudah ditemukan stasiun radio FM yang lain. Ini belum untuk yang lain seperti untuk para penggemar radio control yang juga menggunakan jalur radio. Bahkan untuk pengontrolan pintu garasi juga menggunakan jalur radio. Jika kondisi ini tidak ada peraturannya maka akan terjadi tumpang tindih pada jalur radio tersebut.
Selain disebutkan di atas masih ada penggunaan pengkodean data yaitu sebagai berikut:
a. untuk mencirikan data atau memudahkan pengolahan
b. meningkatkan efisiensi memori
c. menjaga fleksibilitas data terhadap perubahan
d. perlu dirancang sekaligus pada saat perancangan struktur relasi
e. perlu dokumentasi yang jelas
5. Penerapan Pengkodean Data untuk Transmisi Data
a. Cahaya sebagai Media Komunikasi
Alternatifnya yaitu dengan menggunakan cahaya sebagai media komunikasinya. Cahaya dimodulasi oleh sebuah sinyal carrier seperti halnya sinyal radio dapat membawa pesan data maupun perintah yang banyaknya hamper tidak terbatas dan sampai saat ini belum adaaturan yang membatasi penggunaan cahaya ini untuk media komunikasi.

Pada dasarnya penggunaan modulasi cahaya penggunaannya tidak ada batasnya namun modulasinya harus menggunakan sinyal carrier yang frekuensinya harus sangat tinggi yaitu dalam orde ribuan megahertz. Biasanya modulasi dengan frekuensi carrier yang tinggi ini digunakan untuk modulasi sinar laser atau pada transmisi data yang menggunakan media udara fiberoptic sebagai media perantaranya. Untuk transmisi data yang menggunakan media udara fiberoptic sebagai media perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier yang jauh lebih rendah yaitu sekitar 30KHz sampai dengan 40KHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas.
b. Cara Kerja Remote Infra Merah
Semua remote control menggunakan transmisi sinysl infra merah yang dimodulasi dengan sinyal carrier dengan frekuensi tertentu yaitu pada frekuensi 30KHz sampai 40KHz. Sinyal yang dipancarkan oleh transmitter diterima oleh receiver infra merah dan kemudian didekodekan sebagai sebuah paket data biner.
Panjang sinyal data biner ini bervariasi antara satu perusahaan yang lain sehingga suatu remote control hanya dapat digunakan untuk sebuah produk dari perusahaan yang sama dan pada tipe yang sama. Hal ini dapat dicontohkan pada remote TV SONY hanya bisa digunakan untuk remote VCD SONY dan sebaliknya tetapi tidak digunakan untuk TV merek lain.
Pada transmisi infra merah terdapat dua terminologi yang sangat penting yaitu: “space” yang menyatakan tidak ada sinyal carrier dan “pulse” yang menyatakan ada sinyal carrier.

Pengkodean pada remote infra merah pada dasarnya ada tiga macam dan semuanya berdasarkan pada panjang jarak antar pulsa atau penggeseran urutan pulsa.
· Pulse-Width Coded Signal.
Pada pengkodean ini panjang pulsa merupakan kode informasinya. Jika panjang pulsa ‘pendek’ (kira-kira 550us) maka dikatakan sebagai logika ‘L’ tetapi jika panjang pulsa ‘panjang’ (kira-kira 2200us) maka menyatakan logika ‘H’.

· Space-Width Coded Signal
Pada pengkodean ini didasarkan pada panjang/pendek space. Jika panjang pulsa sekitar 550us atau kurang maka dinyatakan sebagai logika ‘L’ sedangkan jika panjang space lebih dari 1650us maka dinyatakan sebagai logika ‘H’.

· Shift Coded Signal
Pengkodean ini ditentukan pada urutan pulsa dan space. Pada saat ‘space’ pendek, kurang dari 550us dan ‘pulse’ panjang lebih dari 1100us maka dinyatakan sebagai logika ‘H’. Tetapi sebaliknya jika ‘space’ panjang dan ‘pulse’ pendek maka dinyatakan sebagai logika ‘L’.

Pengkodean ini merupakan hal yang sangat penting karena tanpa mengetahui system pengkodean pada transmitter infra merah maka disisi receiver tidak bisa mendekodekan data/perintah apa yang dikirimkan. Selain itu didalam pengkodean ini perlu disisipkan suatu data yang dinamakan sebagai “device address” sebelum data atau perintah. Device address ini menyatakan nomor alamat peralatan jika terdapat lebih dari satu alat yang dapat dikendalikan oleh sebiah remote control pada suatu area tertentu.
c. Transmitter Infra Merah
Infra merah dapat digunakan baik untuk memancarkan data maupun sinyal suara. Keduanya membutuhkan sinyal carrier untuk membawa sinyal data maupun sinyal suara tersebut hingga sampai pada receiver.

Untuk transmisi sinyal suara biasanya digunakan rangkaian voltage to frequency converter yang berfungsi untuk merubah tegangan sinyal suara menjada frekuensi. Dan jika sinyal ini dimodulasikan dengan sinyal carrier maka akan menghasilkan suatu modulasi FM. Modulasi jenis ini lebih disukai karena paling kebal terjadap perubahan amplitudo sinyal apabila sinyal mengalami gangguan di udara.
Untuk transmisi data biasanya sinyal ditransmisikan dalam bentuk pulsa-pulsa seperti telah dijelaskan di atas. Ketika sebuah tombol ditekan pada remote control inti maka IR akan mentransmisikan sebuah sinyal yang akan dideteksi sebagai urutan data biner.

d. Penerima Infra Merah
Untuk aplikasi jarak jauh maka perlu adanya pengumpulan sinar termodulasi yan lemah. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan photodioda yang sudah mempunyai semacam lensa cembung yang akan mengumpulkan sinar termodulasi tersebut. Biasanya menggunakan lensa tambahan yang dinamakan dengan lensa FRESNEL yang terbuat dari bahan plastic dan kemudian diumpankan ke photodioda dengan jarak tertentu pada focus lensa FRESNEL ini.
Untuk aplikasi remote control biasanya cukup menggunakan lensa yang dimiliki oleh photodioda/phototransistor dengan penguatan tertentu. Untuk penggunaan yang harus dapat menerima pancaran sinyal infra merah yang sudut datangnya besar maka harus menggunakan dua atau lebih photodioda. Photodioda yang baik adalah photodioda yan mampu mengumpulkan sinar termodulasi tepat pada wafer silikonnya dan hal inilah yang mempengaruhi kualitas photidioda/phototransistor yang dibeli di pasaran.
Pada saat photodiode mendeteksi adanya sinar infra merah maka akan terdapat arus bocor sebesar 0.5 uA dan ini juga tergantung pada kekuatan sinar infra merah yan datang dan sudut datangnya. Kekuatan sinar dan sudut datang merupakan factor penting dalam keberhasilan transmisi data melalui infra merah selain filter dan penguatan pada bagian receivernya.

1 komentar:

  1. Termakasih atas informasinya. Dengan informasi ini, sedikit banyaknya saya telah mengetahui secara garis besarnya pengertian tentang pengkodean.

    BalasHapus

Member's

1. Nur Laila K (A 410 060 261)
2. Suci Amin M (A 410 060 267)
3. Christian Y (A 410 060 274)
4. Edy Setyo P (A 410 060 281)

Pengikut